Kabar baik bisa lebih ber-energi daripada sarapan pagi. Untuk itu marilah kita berusaha keras berbagi kabar baik setiap harinya. Demi kelangsungan hidup manusia Indonesia yang sehat lahir dan batin. Amin.
Category: Curhat
Kembali Lagi
Tiga bulan sudah blog ini tidak diupdate. ?
Tiga hal yang jadi penyebabnya. Ide kosong, sok sibuk, dan terakhir (ini yang paling sering jadi alasan): tekad kurang kuat!
Tapi…
Pertinyiinnyiii…
Saya yakin, dari sekian banyak pemimpin golongan-golongan itu telah melalui perjalanan panjang mencari jatidiri. Golongan apa, sih? Ya golongan agama. Wis ben jelas.
Dan mereka memang benar-benar sudah menemukan jatidirinya. Jadi, apapun golongannya, pemimpinnya memang bukan orang sembarangan. Kalau pengikutnya, entahlah.
Lantas pertanyaannya, sudahkah jatidiriku kutemukan? Kalau belum, mau sampai kapan mencari? Atau selamanya aku hanya akan ikut-ikutan? Kalau sudah, lantas aku mau apa? Akankah hanya akan mengambang di antara lautan kebenaran-kebenaran ini? Membanggakan pemahaman tanpa aplikasi? Tidakkah lebih baik aku segera menakar kadar kebermanfaatanku bagi orang-orang disekitarku? Menakar sejauh mana aku ikut menjaga keseimbangan alam seisinya?
Lalu berbuat sebisanya, meski sedikit tapi terus-terusan? Iya, kan?
(Sing arep njawab sapa?)
Apa Iya?
Keterpaduan agama dan budaya sulit diwujudkan. Sebab keduanya sama-sama punya pakem yang wajib dijaga kelestariannya. Para praktisi murni diantara keduanya (pemuka agama atau budayawan), pasti sama-sama berupaya keras menentang; jika ada pihak yang ingin ngowah-owahi pakem. Baik pakem agama maupun pakem budaya.
Jika sampai ada praktisi budaya yang beragama secara baik, atau pemuka agama yang menjunjung tinggi kelestarian pakem budaya leluhur; maka tak heran kalau mereka banyak pengikutnya.
Saya yang tinggal di lingkungan budayawan, sering menemui upaya keras menentang owah-owahan pakem. Apalagi jika pengubahan itu dilakukan atas dasar aturan agama.
Tapi sebaliknya, ternyata pakem budaya yang dipertahankan mati-matian oleh budayawan ini juga dikeluhkan oleh praktisi murni agama. “Sama-sama kesepakatan manusia mbok ya yang agak luwes dikit…” tandas mereka yang saya yakin ingin sekali menjaga keutuhan NKRI.
OALAH, NASIB, NASIB!
Terjawab sudah pertanyaanku tentang batasan nasib dan usaha atas nasib sendiri. Memang tak kentara rupa dan wujud batasan itu. Namun cukup bisa dirasakan. Continue reading “OALAH, NASIB, NASIB!”
Klarifikasi Itu Penting
Dadi ngene.
Misal-e kedadeyan suatu saat nanti sampeyan puegel, guething, mangkel, bin kemropok dengan seseorang (dengan dan/atau tanpa sebab tertentu); lalu tak ada upaya untuk mengklarifikasi kebenaran atas rasa mangkel itu; maka tak ada pula rasa plong di hati. Continue reading “Klarifikasi Itu Penting”
Menjaga Persaudaraan
Saudara adalah sedulur. Paseduluran harus dijaga. Baik sedulur sedarah, maupun sedulur jadi-jadian/orang lain. Continue reading “Menjaga Persaudaraan”
Apakah Kita Sedang Dijajah?
Kalau membaca hasil analisis rekan-rekan kaum cerdik cendikia tahun 2016 tentang penjajahan di era modern, kelihatannya memang benar: kita sekarang sedang dijajah. Apakah dulu semasa penjajahan Belanda (yang katanya 250 tahun itu) kondisinya mirip dengan sekarang? Maksudnya, ada yang sadar sedang dijajah dan ada pula yang santai-santai saja?
Mahir Main Gitar dalam Seminggu
Bicara banyak masalah musik, penyanyi, grup band, rekaman, hafal ratusan lagu, tapi ndhak bisa main gitar? Ini solusinya. Continue reading “Mahir Main Gitar dalam Seminggu”
Identitas Diri
Identitas diri lebih layak diperjuangkan terlebih dahulu daripada identitas organisasi. Karena identitas organisasi itu, biasanya, meski hanya benda mati, selalu dihormati dan dijunjung tinggi-tinggi. Seperti lambang, bendera, kantor sekretariat, misalnya.
Kamu benda hidup, kan?